Final Decision

credit to google


Edisi tulisan kali ini adalah pengalaman pribadiku yang sangat riweuh terjadi baru-baru ini. Menurutku ini adalah pengalaman yang sangat super membingungkan yang pernah terjadi, and this is more than heartbreak feeling.

Lagi-lagi bingung sebenarnya mau mulai darimana (?) mungkin karena udah banyak yang mendistraksi pikiran ini :(
So, aku mulai dari rencanaku untuk pergi ke Surabaya & Bali di akhir Oktober ini, dalam rangka apa? Pertama, aku terpilih untuk mengikuti Student Interfaith Peacemaker Camp 2018 di Surabaya, dan setelah itu aku berencana liburan sebentar di Bali sebelum fokus ke skripsiku. Ini adalah plan pertama.

Tetapi tiba-tiba di awal minggu kedua Oktober aku mendapatkan e-mail bahwa aku lolos untuk mengikuti Commonpurpose - ASEAN Young Leaders di Singapura tanggal 30 Oktober sampai 2 November. Akhirnya aku memutuskan untuk batal pergi ke Bali dan menggantinya dengan kegiatan di Singapura. Kebetulan kegiatan di Surabaya itu tanggal 26 - 28 Oktober, sehingga aku memilih untuk langsung terbang dari Surabaya untuk ke Singapura. Alhasil tanggal 10 Oktober aku membeli tiket semuanya, yaitu tiket Pontianak - Surabaya yg rencananya aku akan berangkat tanggal 25 oktober sehari sebelum kegiatan berlangsung, dan Surabaya - Singapura pada tanggal 29 sehari setelah aku selesai kegiatan di Surabaya, agar aku bisa jalan-jalan sebentar. Dan, aku belum membeli tiket pulang saat itu karena uang yang aku bawa hanya pas -pasan untuk membeli 2 tiket tersebut. Rencananya aku ingin pulang melalui Batam, sehari setelah kegiatan di Singapura selesai yaitu tanggal 3. Aku senang pastinya.

Dan 2 hari kemudian, tiba-tiba aku mendapat pemberitahuan bahwa kuliah akan dilanjutkan 2 minggu lagi menunggu dosen yang sedang bertugas di Palu untuk pulang mengajar. FYI, saat ini aku sedang menjalani modul Forensik, dan semua dosen yang mengajar adalah dosen polisi dan spesialis forensik. Di modul ini juga dituntut untuk absen 100%, kebetulan masih ada 4 kuliah & 1 praktikum yang belum dan akan diberikan saat dosen utama tersebut pulang. Lalu gimana dong? Aku udah beli tiket, udah bayar registrasi di Surabaya (kebetulan yang di Singapura itu partially funded, jadi cuma usahain datang aja kesana pakai duit sendiri, sisanya disana ditanggung full), tapi aku belum persiapan juga dan belum beli tiket pulang. 

Aku bingung, aku takut untuk menanyai kepastian kepada dosen asisten yang juga ikut mengajar modul ini dan menjadi perantara untuk ke dosen utama tersebut. Intinya aku tidak berani untuk menemui beliau karena selain alasan diatas, ada alasan tertentu yang membuat aku mepertimbangkan untuk menanyakan hal ini. Akhirnya aku memilih diam, menyerahkan semuanya pada Tuhan, dan memilih menunggu kejelasan dari penanggungjawab modul mahasiswa (teman sekelas). Pikirku, kalau mau nekat juga bisa tapi terlalu beresiko karena aku tidak tahu tanggal pasti dosen utama tersebut pulang, tapi kalau mau membatalkan semuanya? Aku tidak rela karena aku berpikir ini adalah kegiatan terakhirku sebelum aku fokus dan meninggalkan kampus. Apalagi mengikuti leadership program di Singapura itu, itu mimpi terbesarku. Akhirnya aku berpikir :

Whatever will be, will be

Mendekati hari H, ternyata ada masalah lain yang muncul, dan aku sadar ini kesalahanku yang suka menunda-nunda masalah skripsi. Aku kehabisan waktu, karena banyak revisi dan aku belum mengambil data penelitian, sedangkan penelitianku bersifat survey dan menggunakan sampel 280 ibu-ibu. Aku semakin bingung, karena mendekati hari H aku dihadapkan pada pilihan baru, yaitu November akhir aku harus maju sidang akhir, sedangkan jika aku memaksa untuk berangkat dan pulang awal November berarti kemungkinan untuk aku maju sidang itu kecil. Sedangkan Desember adalah batas terakhir untuk angkatan 2015 sidang akhir karena sebagai syarat untuk melanjutkan ke modul terakhir yang menjadi syarat untuk koass (ngerti ngga?). Kalau aku gagal sidang akhir, otomatis aku tidak bisa ikut modul tersebut (modul Foundation of Clinical Practice atau FCP) dan aku tidak bisa ikut koass di awal tahun depan. Resikonya masa depan, kali ini.

Mengingat hal tersebut, aku semakin pusing. Ternyata selama 2 minggu lebih ini aku stress dan puncaknya ada di minggu akhir ini. Hari minggu, tanggal 22 Oktober aku tak bisa tidur, kuesioner penelitianku belum mendapat acc dari dosen pembimbing, pilihan antara pergi dengan tidak masih menjadi pikiranku, ditambah lagi "apakah aku bisa sidang akhir di November dengan situasi seperti ini?". Senin esok aku menghabiskan waktu di kampus, dengan kondisi hanya tidur 2 jam, mata bengkak, badan lemas, dan kucel. Hari itu aku benar-benar tak mampu lagi berpikir, meskipun akhirnya aku sudah menyiapkan banyak hal untuk dilakukan : mencari dosen pembimbing untuk mendapatkan acc agar bisa mulai penelitian besoknya, bertemu dengan dosen asisten untuk izin pergi ke Surabaya & Singapura, dan mengantar surat izin penelitian. Hasilnya : 

1. Hari itu aku tidak bertemu dosen pembimbing, aku hanya sempat konsul dengan dosen pengujiku, dan aku dimarahi karena aku ingin pergi sedangkan penelitianku masih belum beres. Oke, rasanya semakin berat untuk aku berpikir jernih. Bahkan aku dianggap hanya ingin mencari "pengakuan orang bahwa aku itu hebat bisa pergi sana sini dan berprestasi", seakan-akan aku hanya ingin mendapat pujian dari orang lain. Padahal bukan itu, bukan. Aku seperti ini untuk aku sendiri, untuk membuat diriku menjadi pribadi yang lebih baik lagi, untuk memuaskan diriku dan menjalani passionku. Aku tak tau mengapa rasanya sedih sekali saat itu, sesak dan benar-benar aku tidak bisa berpikir apa yang terbaik untukku, yang aku tau hanya aku membenarkan bahwa ini masalah prioritas, apa yang lebih penting? Tapi tetap aku denial, karena ini adalah sesuatu yang aku cintai, dan aku senangi. Alhasil aku sempat tidak bisa menahan tangis saat mau mengambil surat pengantar fakultas untuk diantar ke Dinas Kesehatan Kota. Setelah mencoba kuat akhirnya aku memilih beristirahat sebentar, untung saja aku memiliki teman-teman yang peka dan berusaha hadir di saat aku down seperti ini dan mendengar keluh kesahku.

2. Aku menemui dosen asisten di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Kalimantan Barat untuk menjelaskan permasalahanku. Ternyata aku mendapatkan jawaban yang diluar ekspektasi, aku diizinkan pergi sampai tanggal 3 dan beliau mau membantu mengatur ulang jadwal dosen utama ketika sampai di Pontianak agar aku tetap bisa ikut setelah dari kegiatan tersebut. Oke aku senang, tapi tetap bingung, tetap ada yang mengganjal di hati. Selanjutnya

3. Setelah bertemu dosen tersebut aku langsung menuju Dinas Kesehatan Kota Pontianak untuk mengantarkan surat pengantar untuk penelitian di Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota. Apa hasilnya? Suratku untuk izin ke puskesmas nanti akan tertahan karena adanya permasalahan MoU yang belum tuntas diantara dinas dan fakultas. Jelas aku kecewa, kecewa karena aku harus menunggu lagi, sedangkan rasanya aku setiap detik semakin kehabisan waktu untuk memulai penelitianku. Aku semakin galau, saat itu aku berpikir bahwa kalau saja aku sudah bisa mulai penelitian hari selasa, aku akan bisa pergi pada hari kamis, sesuai dengan tiket booking-anku untuk ke Surabaya. Aku benar-benar bingung. 

Mungkin bagi kalian yang membaca ini merasa bahwa "ah ini biasa aja", "ah terlalu berlebihan", ah begini ah begitu. Nope, ternyata yang aku rasa tidak seringan itu, ini pilihan berat untukku, ini terlalu complicated, terlalu rumit, dan sudah ada yang terlanjur terjadi. Aku bingung, ditambah lelah dan kurang tidur. Aku melanjutkan untuk menunggu dosen pembimbing di kampus hingga malam, selepas malam aku menyempatkan diri untuk hadir di rapat pertanggungjawaban, setelah itu pergi lagi ke klinik tempat dosen pembimbingku bekerja untuk bertemu. Ternyata disana sedang ramai, aku yang kebingungan dan pusing, butuh bantuan pemikiran dari orang lain. Aku meminta saran dari orang-orang yang aku percayai, aku coba pikirkan walaupun pikiranku kacau, terlalu asik curhat sehingga aku tidak sadar bahwa dosen pembimbingku sudah pulang. Aku pulang dengan rasa kecewa, sedih, dan tidak karuan. I'm messed up, bahkan untuk nangis kayaknya sudah tidak mampu lagi.


"Decisions are the hardest thing to make, especially when it's a choice between where you should be and where you want to be."

Rasanya seperti habis putus cinta, ya bahkan lebih. Bahkan aku susah mendeskripsikannya, akhirnya aku berpikir, aku melihat bahwa aku tidak mungkin meninggalkan penelitianku yang bahkan belum dimulai saat itu. Aku tidak boleh egois kali ini, aku harus mengalah, mengalah demi masa depanku terselamatkan. Salah aku melangkah, maka aku akan mundur 1 semester dan IPK-ku tentu akan anjlok (karena aku sudah memasukkan di Siakad modul FCP dan sidang akhir, otomatis aku harus menyelesaikan di semester ini), kalau aku tidak maju sidang akhir maka di mata kuliah "Sidang Akhir" aku akan mendapatkan E dan otomatis modul FCPku juga akan mendapatkan E. 

Setelah 2 minggu terombang-ambing kebingungan karena tidak dapat mengambil keputusan apapun. Akhirnya aku memutuskan untuk melepas semuanya, dan fokus ke skripsiku. Walaupun berat, semuanya telah dirancang dan aku terus mendapatkan update persiapan kegiatan di Singapura dan Surabaya. Selain itu aku memikirkan pertimbangan finansialku yang tentu akan sangat tidak mendukung apabila aku pergi, tiket pulang semakin mahal dan aku juga membutuhkan dana untuk mendukung penelitianku yang tentu akan banyak menghabiskan uang di masalah kuesioner dan belum lagi untuk sidang akhir. Terlalu banyak faktor yang muncul dan memberatkanku untuk pergi saat ini. Mau tak mau, aku memang harus melepas semuanya, aku hanya bisa mengklaim refund tiket Surabaya, namun tak bisa me-refund tiket Singapura dan biaya registrasi di Surabaya. Aku rugi? Pasti, namun mungkin ini memang bukan rejekiku. 

Hingga hari ini, hari Rabu tanggal 24 Oktober, seharusnya aku sudah packing dan bersiap-siap untuk berangkat ke Surabaya besok. Seharusnya aku sudah tak sabar untuk menjejakkan kaki dan mengeksplor tempat baru, mengabadikan momen-momen dan melancong ke negeri orang. Seharusnya aku sudah bertegur sapa dengan peserta lain didalam grup kegiatan, menjelaskan darimana aku berasal dan betapa excitednya aku untuk bertemu mereka. Namun apa daya, hari ini aku baru memulai penelitianku, aku baru bisa mendapatkan surat izin ke puskesmas dari Dinas Kesehatan karena urusan MoU itu baru selesai hari ini. Hari ini aku sibuk untuk mempersiapkan penelitianku, instrumen, souvenir, dan lain-lain. Hari ini, aku harus menguatkan diri karena aku melepaskan mimpi yang sebenarnya sudah aku genggam kemarin. Hari ini aku harus berjuang, bukan untuk memuaskan diri, tapi untuk memenuhi tanggung jawab terakhirku. 


Aku mengingat kembali, bahwa tahun lalu aku juga pernah melepaskan sebuah program pengabdian yaitu Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 jalur Mahasiswa, dan itu aku batal ikut saat hari H juga karena aku harus segera sidang proposalku. Ya, meskipun saat itu aku baru pulang dari 2 kegiatan sekaligus dan meninggalkan kampus 2 minggu lebih, aku tidak bisa menolak perintah untuk menyelesaikan proposalku agar aku bisa segera maju sidang saat itu. 
Dan tahun ini, sepertinya semuanya terjadi lagi, namun dalam versi yang berbeda. Aku tak bisa mengikuti 2 kegiatan sekaligus, karena aku harus menyelesaikan sidang akhirku secepat mungkin. Aku merasa down, serasa kembali ke 3 tahun yang lalu, saat aku sangat denial untuk berkuliah disini. Tapi apa gunanya menyesali semua yang sudah lalu?

Aku masih belum mengerti kenapa semua ini bisa terjadi, didalam hidupku momen ini adalah momen pertama dimana aku merasakan dilema, bingung, takut dan cemas dalam satu waktu sehingga membuat aku tidak dapat berpikir jernih. Tetapi aku yakin, aku yakin masih bisa mengikuti program-program lainnya yang lebih besar, dan aku bisa pergi kemanapun yang aku mau. Dan semoga, ini adalah cara Tuhan untuk mengujiku agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam berpikir maupun bertindak.

Semoga dengan semua yang terjadi aku bisa semakin dewasa dalam hal apapun.
Semoga semua yang terjadi memberikan hikmah yang bisa aku ambil sebagai pelajaran hidup
Semoga apapun yang pergi, akan segera pulang kembali
Dan semoga semua yang hilang, dapat terganti dengan yang lebih baik

"The right decisions are always the hardest to make itu. But they must be made in order to live the life you deserve" - Trent Shelton

4 Comments

  1. Kak Fitri kakak hebat kita ditempa untuk jadi lebih hebat, semoga itu pilihan terbaik, percaya pada Allah SWT, Allah selalu tau mana yang terbaik bagi hambanya, tetap menginspirasi kak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiinn, makasih Liansyah. Sukses juga yaa buat menulisnya Liansyah :)

      Delete
  2. Aku bisa ngerti fit, aku pernah berada di posisi kayak gini. Antara mimpi dan skripsi. Juga lebih dari sekali. Hidup mmg gak jauh dari pilihan dan pengorbanan ya? Semua akan membaik, insyaallah.

    Bahkan aku juga nulis semacam curhatan gini juga. Terus ada sebuah paragraf yg kutulis isinya:
    "Setelah berusaha, setelah menyerahkan padaNya, yaudah. Whatever will be, will be. Apa yang sudah digariskan untukmu, akan datang padamu."

    Semoga bisa membantu ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, makasih Elrisa. Bagus banget kutipannya huhu, bener banget aku setuju. Karena emg fitrahnya kita manusia merencanakan tapi Allah yang menentukan. Sukses terus buat dirimu yaa :) Semangat!

      Delete