Final Decision 2


Sudut didalam Saphire Lounge

Saat ini aku sedang duduk dan makan di Saphire Lounge, Bandara Soekarno Hatta sembari menanti pesawatku yang akan berangkat pada pukul 19.05 nanti. Kebetulan aku mendapatkan tiket bisnis sehingga aku diberikan fasilitas gratis ke Saphire Lounge, mulai dari tempat menunggu yang nyaman hingga makanan gratis yang bisa dimakan sepuasnya. Baiklah langsung saja...

Beberapa hari belakangan aku sempat curhat di instastory-ku mengenai dilema yang terjadi padaku, lagi-lagi dihadapkan pada menentukan pilihan sulit dan kali ini kedua pilihan tersebut merupakan pilihan besar yang tidak semua orang dapat miliki, ya aku beruntung.

Dimulai pada tanggal 8 Maret hari Jumat, pagi itu aku mendapatkan e-mail bahwa aku lolos program Asia Pacific Forum on Sustainable Development goals (APFSD) 2019 di Bangkok, Thailand. Awalnya hari Senin sebelumnya aku mendapatkan e-mail serupa namun aku lolos dengan self funded, aku tidak menggubris karena toh aku juga tidak akan pergi karena sedang keterbatasan finansial. Aku kaget, karena ternyata di e-mail tersebut meminta aku untuk menjadi salah satu dari 4 panelis tentang climate change dan akan dibiayai penuh. Aku menerima tawaran tersebut, namun aku ingat bahwa aku hari senin sebelumnya juga baru melewati tes wawancara Write to China yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia... Aku was-was, karena tanggal APFSD 2019 dan WTC berdekatan, APFSD (21-23 Maret) sedangkan WTC (22 Maret - 10 April). Akhirnya karena menunggu pengumuman WTC, aku sengaja mengulur waktu untuk konfirmasi dengan mengirimkan scan  paspor dan participant form.



Sabtu, 9 Maret sehari setelah aku mendapatkan e-mail APFSD, sorenya aku mendapatkan e-mail dari FPCI bahwa aku lolos WTC 2019. Kaget bukan main dan bukannya senang, aku malah sedih. Iya sedih, karena aku tidak bisa mendapatkan dua-duanya, harus mengorbankan 1 program untuk ditinggal. Awalnya setelah seleksi wawancara aku merasa sangat optimis bahwa aku akan lolos program WTC 2019, aku senang, setiap hari aku selalu membayangkan menjalani hari-hari di WTC keliling China dan Indonesia bersama 19 orang pemuda beruntung lain. Iya, sesenang itu loh :") Bahkan saat naik motor sampe bergumam "Yes, bentar lagi aku ke China!". Tapi, ternyata bahagia itu tidak berlangsung lama... Aku memang memutuskan untuk mengikuti WTC saja, dan melepas APFSD. Ternyata ada beban lain, yaitu wisuda ternyata bertepatan dengan tanggal 10 April, berat rasanya ingin melepas wisuda, namun disisi lain wisuda masih dapat dikejar periode selanjutnya, sedangkan kesempatan WTC ini tidak akan datang 2x.




Senin, 11 Maret aku ke kampus, untuk konfirmasi perihal wisuda, syarat serta konsekuensi jika aku tidak ikut, dan aku sekalian lapor ke petinggi kampus bahwa aku akan berangkat ke China tanggal 22 Maret ini. WTC 2019 akan berlangsung selama 22 hari, dengan mengunjungi 6 provinsi di China dan 4 di Indonesia, fully funded, kegiatannya ngapain aja? Kegiatannya seperti kunjungan diplomasi, ke perusahaan, universitas, dan budaya. Ini mimpiku untuk merasakan rasanya menjadi seorang duta atau diplomat :") Ternyata timbul masalah lain, bukan perihal wisuda dan sempat timbul kekhawatiran tentang yudisium memerlukan kehadiran mahasiswa. Wisuda dapat ikut di periode selanjutnya dan tetap wajib bayar agar ijazah dapat diproses, sedangkan yudisium mahasiswa tidak perlu hadir yang direncanakan dilaksanakan pada tanggal 15 Maret. Namun, ternyata ada penghalang baru yaitu pembekalan koass yang merupakan agenda wajib dan harus diikuti oleh seluruh mahasiswa yang ingin koass semester ini. Dan, pembekalan itu direncanakan awal April...

Siapa tak langsung galau dengar hal itu? Aku sudah mengikhlaskan untuk tidak ikut wisuda, namun tiba-tiba ada penghalang lain yang membuat aku tidak bisa melanjutkan semua ini. Aku sampai menangis di kampus saat mendapatkan informasi pembekalan koass ini dimajukan ke awal April. Padahal awalnya di pertengahan, namun ketika Yudisium jadi tanggal 15, tiba-tiba langsung berubah pula jadwal pembekalan. Waktu semakin mepet, aku sudah harus mengirimkan berkas visa melalui pos untuk mengikuti program WTC 2019, disisi lain aku harus segera mengirimkan paspor ke panitia APFSD  agar tiket pesawat dapat dibelikan untukku, aku tidak bisa mengambil dua-duanya, harus salah satu, dengan kondisi seperti ini aku masih terus memperjuangkan WTC agar bisa aku ikuti dengan cara mencoba memastikan jadwal pembekalan tersebut. Namun hasilnya masih buntu, aku semakin terpepet oleh waktu, dan aku memutuskan untuk mengambil keputusan besok di hari selasa.

Selasa, 12 Maret. Aku kembali menemui wakil dekan 1 karena sebelumnya aku berkonsultasi mengenai masalah ini. Sayangnya tidak ada yang bisa membantuku, perihal tanggal beliau tidak bisa membantu untuk negosiasi. Aku makin merasa sedih dan pesimis. Akhirnya aku disarankan untuk menanyakan ke penanggungjawab mahasiswa koass mengenai jadwal pembekalan, lagi aku mendapatkan jawaban awal April dan disuruh untuk menghubungi ketua pelaksana pembekalan untuk tanggal pasti. Lalu, aku menghubungi ketua pelaksana tersebut, dan tercetuslah "pembekalan direncakan 1 April". 2 hari itu aku full di kampus, bolak balik mencari informasi dan kepastian. Hingga akhirnya statement terakhir itu membuat aku menyerah, aku capek dan semua panitia memburu aku untuk segera menyelesaikan administrasi. Saat itu pukul 3, aku pulang kerumah dan menyerah. Saat itu juga panitia APFSD mengirimkan e-mail peringatan kepadaku agar segera mengirimkan paspor, akhirnya aku menyerah, aku mengambil APFSD dan aku mengundurkan diri dari WTC 2019.

Suasana di Saphire Lounge yang diisi mayoritas orang bule


Ya, pilihan yang berat, WTC merupakan program impianku, yang dimana ini kali kedua aku mencoba dan baru bisa lolos. Hanya 20 orang mahasiswa pilihan, aku salah satunya. Setengah mati aku membuat esai yang sangat bagus topiknya menurutku, mempersiapkan jawaban-jawaban interview, sampai bernazar jika aku lolos program tersebut. Benar-benar perjuangan yang tidak mudah, namun harus terpaksa aku lepaskan begitu saja. Sedih, iya sedih. Aku sampai menangis selama 2 hari, dan masih merasa sakit hati sampai sekarang.

Senin, 18 Maret 2019. Yudisium Kedokteran diundur ke hari ini, aku tengah mengurus berkas wisuda di kampus dan mendapatkan kabar bahwa :

Pembekalan yang direncakan 1 April diundur setelah wisuda.

Yang mana kemungkinan pembekalan akan dilaksanakan dipertengahan April, kemungkinan tanggal 15... Tak perlu aku suruh kalian bayangkan, mungkin kalian sudah tahu rasanya seperti apa. Seandainya kampus bisa konsisten dan memiliki jadwal yang jelas, aku mungkin tidak perlu membatalkan partisipasiku untuk ikut WTC 2019. Kesal, iya kesal. Namun, waktu tidak bisa diputar ulang. Aku hanya berdoa pada Tuhan agar diberikan yang terbaik, bisa jadi ini yang terbaik. 

Jakarta saat ini, sudah menjadi saksi bisu akhir dari keputusanku tentang dilema kemarin.
Jakarta saat ini, seharusnya menjadi jawaban kemana aku akan pergi, Thailand atau China? 
Karena kedua program sama-sama akan bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta ini.
Di bandara ini, akhirnya aku berangkat ke salah satu dari hasil keputusanku kemarin. 
Semoga yang hilang akan digantikan dengan yang lebih baik, dan yang pergi akan kembali dengan wujud yang lebih baik pula.

Setidaknya aku sudah menunjukkan kepada diriku, bahwa aku bisa menjadi yang lebih baik dari kemarin. Akan selalu ada hikmah yang harus aku ambil dari setiap dilema yang terjadi. Semoga hal ini dapat membuat aku menjadi sosok yang lebih baik lagi. Nantikan kisahku di Thailand di tulisan selanjutnya yaaa..




4 Comments

  1. Terus semangat ya Kak, setiap orang pasti merasakan kekecewaan dan penyesalan ketika sesuatu yang semenjak dulu diharapkan dan diimpikan akhirnya terlewatkan. Selalu yakin bahwa setiap pengorbanan pasti ada hikmah bahkan sesuatu yang lebih baik akan datang.

    ReplyDelete
  2. Tetap semangat kak ��, percayalah hikmah yang ada setelah ini , keep inspiring kak, wish u all the best ��

    ReplyDelete