credit to Greenpeace USA |
Hadirnya pandemi COVID-19 sejak awal tahun
kemarin cukup memberikan “shock therapy”
bagi semua orang saat ini. Bagaimana tidak, dengan terjadinya wabah virus Corona
memaksa orang-orang untuk tetap diam di rumah agar tidak terinfeksi virus
tersebut. Selanjutnya terminologi baru yaitu Work From Home (WFH), sebutan untuk new normal yang harus dijalani sebagian orang melalui bekerja dari
rumah. Tidak hanya bekerja dari rumah, sekolah secara tatap muka kini sudah
berganti secara virtual, seminar-seminar online
mulai menjamur karena saat ini hanya melalui internet orang-orang bisa tetap
terhubung dengan satu sama lain. Berubahnya aktivitas manusia yang secara
drastis menghabiskan waktu lebih banyak di rumah disinyalir memberikan dampak
yang baik bagi bumi ini, sebagai salah satu contoh di China dimana terjadi
peningkatan kualitas udara akibat pemberhentian aktivitas secara massal.
Namun,
apakah bumi saat ini memang benar-benar sedang membaik? Ternyata dengan
hadirnya pandemi yang membuat orang-orang melakukan WFH saat ini, memberikan
dampak terjadinya peningkatan tagihan listrik rumah tangga.2 Berdasarkan
data dari perusahaan energi yang dilansir dari BBC News, terjadi peningkatan sebanyak 30% dari penggunaan energi di
rumah tangga pada pertengahan hari.3 Hal ini dapat dipahami dan
terjadi di kita semua, dikarenakan saat ini kita menjadi lebih sering dan lebih
lama dalam menggunakan perangkat elektronik kerja maupun rumah tangga terutama
pada siang hari.
Komposisi penggunaan energi (energi mix) secara nasional adalah
minyak bumi 26,2%, batubara 32,7% gas bumi 30,6%, panas bumi 3,8% dan sisanya
adalah energi alternatif/energi baru terbarukan 4,4% (PLTMH 0,216%, PLTS 0,02%,
PLT angin 0,028%, biomasa 0,766%, biofuel 1,335%, nuklir 1,993%). Sedangkan energi mix berdasar Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan (RKAP) PLN tahun 2007, produksi energi listrik diperoleh dari batubara
44%, bahan bakar minyak 23,7%, energi air 8,6%, panas bumi 3,1% dan gas alam
20, 05%.4 Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa bahan-bahan yang
telah disebutkan di atas merupakan sumber hadirnya gas rumah kaca (greenhouse gases) yang mengakibatkan
terjadinya perubahan iklim atau climate
change.
Gambar 2. Jenis gas emisi global yang dihasilkan oleh aktivitas manusia5 |
Gambar 3. Sumber emisi gas rumah kaca dilihat dari sektor ekonomi5 |
Berdasarkan gambar di atas, secara
global penggunaan listrik menyumbang 25% gas rumah kaca ke atmosfir bumi. Sehingga
tidak jarang kita menemui kampanye-kampanye untuk menghemat energi atau
menggunakan energi terbarukan (renewable
energy), namun mari kita lebih melirik ke upaya penghematan energi itu
sendiri. Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan mengurangi
jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan
energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan energi
lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan
energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta
meningkatnya nilai lingkungan, keamanan negara, keamanan pribadi, serta
kenyamanan lingkungan.6
Melihat kondisi pandemi saat ini dan
adanya fenomena peningkatan penggunaan energi dalam rumah tangga, ada baiknya
kita ikut mengambil bagian dan menjadi pelopor dalam kampanye menghemat
penggunaan energi dari rumah. Apa saja yang bisa kita lakukan? Banyak! Beberapa
contohnya seperti:6,7
1. Matikan
peralatan listrik seperti pendingin ruangan, lampu, atau komputer yang tidak digunakan.
2. Mencabut kabel
komputer, printer, charger, dan
peralatan elektronik lainnya dari stop kontak (plug) setelah selesai digunakan.
3. Mengatur suhu
ruangan apabila menggunakan pendingin ruangan, yaitu sekitar 25 – 26o C.
Karena semakin dingin suhu, semakin banyak energi listrik yang diperlukan.
4. Ganti lampu
dengan lampu hemat energi (LED).
Lampu jenis ini menggunakan energi 80% lebih sedikit dan berumur sampai 10 kali
lipat lebih panjang dibandingkan lampu biasa. Harganya memang lebih mahal,
tetapi kita dapat menghemat biaya listrik.
5. Jangan masukan
makanan dan minuman yang masih panas kedalam kedalam lemari es karena akan
membuat kulkas bekerja lebih berat, sehingga memakan energi yang lebih besar.
6. Gunakan mesin
cuci hanya bila cucian dalam jumlah banyak. Hindari penggunaan pengering
listrik, gunakan panas matahari untuk pengeringan secara alami.
7. Gunakan pompa
air untuk mengisi tempat penampungan air, bukan untuk menyalurkan air. Selain
itu, gunakan juga penampung air otomatis sehingga aliran listrik akan terputus/pompa
berhenti bekerja jika bak sudah penuh.
Di sisi lain, melalui penghematan energi
kita dapat menghindari terjadinya krisis energi, mengingat jumlah permintaan
listrik semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia, namun
belum dibarengi dengan pemerataan akses listrik yang layak sehingga dapat
mengurangi kemampuan pelayanan penyediaan akses listrik.8 Dengan
menerapkan penghematan energi, kita tidak hanya ikut berkontribusi untuk
melindungi lingkungan, tapi juga dapat menghemat pengeluaran kita dalam
membayar tagihan listrik. Jadi, yuk mari sama-sama kita galakkan
#BijakBerenergi!
Referensi
:
1.
BBC News. 2020. Coronavirus : Air pollution and CO2 fall rapidly as virus
spreads. Tersedia di : https://www.dw.com/en/coronavirus-climate-change-pollution-environment-china-covid19-crisis/a-52647140
2.
Antara News. 2020. PLN sebut aktivitas di rumah sebabkan konsumsi listrik
meningkat. Tersedia di : https://www.antaranews.com/berita/1460979/pln-sebut-aktivitas-di-rumah-sebabkan-konsumsi-listrik-meningkat
3.
BBC News. 2020. Coronavirus : Domestic electricity use up during day as nation
works from home. Tersedia di : https://www.bbc.com/news/technology-52331534
4.
Rohi, Daniel. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sebagai Upaya
Mitigasi Pemanasan Global di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan
Hidup. 2010. Departemen Matakuliah Umum Universitas Kristen Petra: Surabaya.
5.
IPCC, 2014: Climate Change 2014: Mitigation of Climate Change. Contribution of
Working Group III to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel
on Climate Change [Edenhofer, O., R. Pichs-Madruga, Y. Sokona, E. Farahani, S.
Kadner, K. Seyboth, A. Adler, I. Baum, S. Brunner, P. Eickemeier, B. Kriemann,
J. Savolainen, S. Schlömer, C. von Stechow, T. Zwickel and J.C. Minx (eds.)].
Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.
6.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur. 2019. Pedoman
dan tata cara pelaksanaan penghematan energi. Tersedia di : http://esdm.kaltimprov.go.id/component/k2/item/123-pedoman-dan-tata-cara-pelaksanaan-penghematan-energi.html
7.
World Wildlife Fund Indonesia. 2009. “Hemat listrik, yuk!”. Tersedia di : https://www.wwf.or.id/?10200/Hemat-listrik-Buat-apa-Kan-masih-mampu-bayar
8. Santoso AD, Salim MA. Penghematan Listrik
Rumah Tangga dalam Menunjang Kestabilan Energi Nasional dan Kelestarian
Lingkungan. Jurnal Teknologi Lingkungan.2019;20(2):263-270.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.
0 Comments